Mau Bodoh Kok Bayar

icon1.gif, smk, sma, ujian Judul di atas terlontar oleh seorang guru penguji Kompetensi Program Keahlian pada siswanya. Pada hari kedua ( 10/3/08 ) para siswa mungkin terlihat jenuh dan stres. Aku di sebelah pak guru tersenyum dalam hati, batinku berkata,” Udah gemes kali, ngliat para siswa tidak dapat menangkap pertanyaannya atau hanya just kidding-just for luck.” Kembali ke laptop!

MAU BODOH KOK BAYAR suatu kalimat yang mempunyai makna yang berarti bagiku pada hari ini. Apakah siswa bersekolah hanya mencari ilmu? Tuntutan hidup? Ataukah punya motif tersendiri. Sekilas aku merasakan bahwa lebih dari 90 siswa yang mengikuti ujian mempunyai motivasi yang sama, motivasi mereka adalah bagaimana cara menyudahi uji kompetensi tersebut. Padahal kalo melihat sekilas, mereka (STM) terlihat garang, macho, sok jagoan, mencari lawan tanding di tengah jalan dengan sekolah lain. Ee…. Ternyata, pas berhadepan dengan seorang AKU, mereka pada tunduk, menjawab dengan ragu-ragu, nyali mereka mungkin tertinggal di tengah jalan, padahal aku ngga’ mengajukan pertanyaan, Cuma mengulang apa yang mereka peroleh. MANA EKSPRESINYA! CUT!

Bodoh-pandai suatu sifat yang di sering dilabelkan oleh seorang guru pada muridnya. Sudah 6 jam lebih memori otakku tidak menemukan jawaban yang pas mengenai arti kata bodoh, bahkan Kamus Besar Berbahasa Indonesia (KBBI) pun ditolak oleh scanning otakku. Seakan-akan kata bodoh bak virus yang akan menggadakan dirinya di sebuah PC. Mungkin virus lokal kali ya? Nggak tau kalo kata STUPID, mungkin bisa lolos, karena scanning otakku tidak dilengkapi antiware yg bisa menterjemahkan bahasa asing. Apa yang diberikan guru pada murid dan apa yang diberikan murid pada guru. Miris tapi nyata, Mau Bodoh kok Bayar. Padahal pemerintah MAU mengadakan sekolah gratis. Apa jadinya.

 

book1.gif, belajar, murid, guru, buku
Jadikan anak bangsa selalu tersenyum

9 Tanggapan to “Mau Bodoh Kok Bayar”

  1. Renungan yang luar biasa.

    …… 🙂

  2. Mengajar dan belajar itu ternyata seperti menabung… cuma bisa dinikmati nanti… Jadi bagi kebanyakan orang yang mau hasil serba cepat or instant memang tidak menarik lagi…

  3. Masih ingat suasana upacara wajib di hari senin?
    dulu, saat masih SD kita selalu mengeluh capek dan kepanasan (saya contohkan SD, soalnya pas di sekolah selanjutnya ga pernah ada upacara senin). upacara adalah hal menyebalkan yang sebisa mungkin ditiadakan.

    Nah, empat dari teman kos saya saat ini berprofesi sebagai guru. Tau cerita heboh mereka tentang upacara senin? “Wah, kita upacara sambil senyum2 nahan tawa, maklum udah lama banget ga upacara. tapi asik juga loh…liat muka anak2 yg kecapekan plus nahan panas, padahal cuma 1/2 jam!,” kata Evi, guru di SD Kalam Kudus Malang.
    “Eh iya tuh, paling kita dulu juga kayak mereka. Sebel pas upacara padahal ndak berat-berat amat,” celetuk Elly yang kebetulan guru di TK dari yayasan yang sama.

    Saya dulu sering tak mendengarkan jika ada ustadzah yang mengajar dengan suara lemah lembut bak desiran angin yang menina bobokkan. Atau males ndengerin gaya mengajar seorang dosen yang hanya membacakan materi kuliah (lah, kalo baca sih gw jg bisa!!). Ujian?! bagi saya adalah momen yang memang seharusnya cepat diselesaikan.

    Apa yang saya rasakan sebagai seorang santriwati, murid, mahasiswa, peserta seminar atau diklat, ternyata berbeda 180 derajat dengan sensasi lain yang muncul saat status berubah menjadi ustadzah, guru, instruktur atau pembicara seminar. Saya bersemangat mengupas materi, meski mungkin itu hal yang baru.
    (Tapi, ada satu perasaan yang juga ikut muncul seiring dengan semangat, yaitu kesadaran tentang apa yang dirasakan orang-orang yang duduk di depan saya. Perasaan yang juga saya rasakan dulu 😉 )

    Nah, jika dulu saya tidak mendapat empati hingga merasa gondok dan dongkol atas perlakuan dan sikap guru, instruktur, pembicara, atau siapapun yang berdiri di panggung kehormatan, apakah sekarang saya akan berlaku sama kepada mereka?

    ah, egois sekali…. 🙂

  4. puspitariana Says:

    Mas, bantuin saya, saya kesulitan memasukan tag dan flickr, apabila saya masukan yang muncul gambar2 flickr bukan gambar yang saya masukkan

  5. Pendidikan itu ga perlu bila tidak membuat kita belajar sesuatu. Bodoh itu karena kita tidak belajar atau gagal belajar sesuatu. Go to the revolution learning in Indonesia. 🙂

  6. Tidak ada kata bodoh di kamus orang-orang seperti kita pak …
    yang ada hanya …”Belum Tau”

    Dan “tenggat” waktu untuk menjadikannya “Tau” beragam … ada yang “tau” sendiri, ada yang difasilitasi untuk menjadi “tau”, ada yang cukup diterangkan sekali … ada pula yang perlu berkali-kali …

    Dan yang terakhir itulah letak tantangan kita …

    Setuju banget pak. Belum tau

  7. Sebagian besar masyarakat kita mempunyai tujuan bersekolah adalah untuk mencari atau mendapatkan kerja bukan untuk menuntut ilmu. Dan sepertinya sudah menjadi hal yang “wajar” sampai di sekolah mereka tidak serius untuk belajar, kan masih bisa nyontek, yang penting lulus bisa kerja.
    Paradigma ini yang harus kita ubah, sekolah adalah untuk menuntut ilmu dan kerja adalah “salah satu” cara mencari nafkah. kalau tujuan mereka sekolah untuk menuntut ilmu sudah pasti mereka tidak mau bayar untuk bodoh.

  8. Fatchur99 Says:

    giamana kalo dibalik “untuk mbodohin kok dibayar”, ungkapan saya itu sama sekali tidak tertuju pada siapapun disini namun saya jadi inget dimana waktu dulu saya mengikuti ujian komprehensif di kampus. dimana seorang penguji menanyakan sesuatu yang sebenarnya tidak berhubungan dengan bahasan skripsi. Saya pahah bahwa rata2 semua siswa menguasai materi skripsinya oleh karena itu pokok bahasan yg ditanyakan pasti bukan tentang skripsi. metode seperti itu memang effektif mepecundangi siswa karena pasti dia mati2an belajar materi skripsi nya saja. Hal itu bagus untuk pembelajaran siswa karena bagaimanapun harusnya dia ingat semua materi yang dipelajari selama kuliah. tapi apa ya sudah tepat untuk mendeskripsikan “guru pintar” dan “murid bodoh” karena memori manusia sifatnya “prioritas” jadi yg dingat si murid pasti ya skripsinya yang jadi prioritas.

Tinggalkan Balasan ke bangalam Batalkan balasan